Minggu, 30 November 2008

Jagung Transgenik Menembus Filipina

Jagung Transgenik Menembus Filipina

Kompas. Jumat, 29 Agustus 2008 | 13:42 WIB

Pemandangan menarik terbentang di sebuah desa di Cagayan, wilayah utara Filipina, sekitar satu setengah jam perjalanan udara dari Manila. Puluhan hektar tanaman jagung berbagai varietas terhampar dan siap dipanen.

Masing-masing tampak saling ”beradu” keunggulan teknologi untuk meraih produktivitas tinggi demi meningkatkan pendapatan petani jagung di sana. Bentangan tanaman jagung di blok yang satu merupakan varietas jagung hibrida konvensional. Di Filipina, istilah konvensional melekat pada varietas jagung hibrida yang belum menjalani modifikasi teknologi atau rekayasa genetika.

Teknik budidaya jagung hibrida konvensional juga masih menggunakan pendekatan ”lama”. Misalnya saja petani harus terus memantau pertumbuhan tanaman jagung hampir setiap saat kalau tidak ingin produktivitasnya berkurang. Apabila tanaman jagung terserang hama-penyakit, para petani memberantasnya dengan menyemprotkan insektisida. Waktu penyemprotan yang tepat adalah 24 jam sebelum hujan tiba.

Di sisi yang lain terbentang tanaman jagung varietas hibrida-transgenik atau hasil rekayasa genetika (genetic modified organism/GMO. Benih jagung transgenik (Bacillus thuringiensis/Bt Corn) yang ditanam itu sudah dimasukkan gen yang tahan terhadap serangan serangga penggerek batang dan tongkol, juga tahan terhadap insektisida pembasmi rumput.

Meski usia tanam di antara keduanya sama, tanaman jagung transgenik daunnya tampak lebih hijau dan segar meskipun bulir jagung mulai berisi penuh dan tinggal satu-dua minggu menunggu jagung kering panen. Di antara tanaman jagung hibrida transgenik juga tidak banyak ditumbuhi gulma alias rumput liar. Lahan jagung terlihat bersih sehingga pertumbuhan tanaman jagung lebih optimal karena tidak harus berebut nutrisi dengan rumput liar.

Kondisi sebaliknya terdapat pada tanaman jagung hibrida konvensional. Selain banyak rumput, warna daun lebih kuning, batang dan tongkol jagung juga banyak diserang ulat penggerak batang dan tongkol. Berat jenis bulir jagung berkurang dan akibatnya produktivitas turun. ”Tampaknya kami akan panen lebih bagus kali ini,” kata Montiago (45), petani di Cagayan yang menanam jagung transgenik.

Lebih berani

Para petani di Filipina mulai tertarik menanam jagung transgenik. Alasannya karena produktivitas per hektar tanaman jagung transgenik lebih tinggi 10-20 persen dibandingkan hibrida nontransgenik. Peningkatan produktivitas 10-20 persen bisa di dapat oleh tanaman jagung transgenik seperti jenis Bt corn karena tanaman tersebut lebih tahan terhadap serangan serangga penggerek batang dan tongkol yang dapat menurunkan produktivitas.

Sudah lama dikeluhkan oleh para petani di Filipina ganasnya ulat penggerek batang dan tongkol. Tanaman jagung yang baru keluar serbuk sarinya langsung diserang ulat-ulat itu. Seiring pertumbuhan tongkol jagung, ulat-ulat itu tumbuh dengan suburnya. Bahkan, pertumbuhannya bisa lebih besar daripada lidi. Selama berada dalam tongkol jagung, ulat itu terus mengebor ke dalam tongkol.

Jumlahnya tidak cuma satu. Dalam satu tongkol kerap terdapat banyak ulat. Tongkol- tongkol jagung yang terserang ulat penggerek kadang sampai bengkok. Ganasnya ulat penggerek tongkol tak jarang mengakibatkan bulir jagung tidak terisi penuh sehingga kualitas jagung menjadi buruk dan berat jagung panen berkurang tajam.

Hilangnya sebagian berat jenis jagung akibat bulir tidak penuh terisi berarti kerugian bagi petani. Belum lagi gangguan gulma, seperti rumput yang juga dapat menghambat pertumbuhan jagung, juga dapat menekan produktivitas. Karena itu, petani di Filipina begitu antusias untuk menanam jagung transgenik, melihat berbagai kemudahan dan keuntungan finansial yang didapat. Apalagi keinginan mereka sejak 2003 juga mendapat dukungan dari pemerintah setempat.

Profesor peneliti pada Institut of Plant Breeding Universitas Filipina, Evelyn Mae Tecson- Mendoza mengungkapkan, yang diinginkan petani dari ladang pertanaman mereka adalah produktivitas yang tinggi, tanaman tahan terhadap serangan hama penyakit, dan kualitas produk pertanian lebih bagus.

Keinginan petani di Filipina itu terjawab dengan hadirnya jagung transgenik. Benih jagung transgenik memungkinkan menghasilkan produktivitas tinggi, kualitas lebih bagus, dan tahan serangan hama penyakit karena didesain spesifik untuk tujuan tersebut. Benih jagung hibrida yang ingin menghasilkan produk sesuai yang diharapkan bisa dihasilkan dengan rekayasa genetika. Pada pembenihan jagung konvensional, hal itu sulit dilakukan karena gen tetua bisa tercampur dengan gen lain.

Dengan rekayasa genetika, memungkinkan teknologi pertanian modern mentransfer gen yang diinginkan dari makhluk hidup lain untuk dimasukkan pada benih jagung. Gen yang ditransfer bisa berasal dari gen tanaman sejenis atau dari gen hewan. Misalnya saja, seseorang menginginkan bisa mengonsumsi jagung yang rendah kandungan karbohidrat. Atau bisa saja menghasilkan produk jagung yang mendorong peningkatan produksi insulin, mencegah kanker, serta hepatitis. Dengan bioteknologi modern, mutasi gen bisa dilakukan.

Sampai saat ini nilai perdagangan produk bioteknologi modern di pasar global mencapai 44,3 miliar dollar AS. Pasar terbesar atau 60 persen di Amerika Serikat, disusul Jepang 6,9 persen, Jerman 6,4 persen, Prancis 5,4 persen, dan Italia, Spanyol, serta Inggris yang masing-masing di bawah 4 persen. Saat ini tanaman transgenik sudah diadopsi di 12 negara berkembang dan 11 negara industri maju.

Filipina merupakan negara berkembang yang ”lebih berani” dalam mengambil sikap soal tanaman transgenik. Setidaknya sejak diperkenalkan di Filipina tahun 2003, tanaman jagung hibrida transgenik di Filipina sudah mencapai luasan 200.000 hektar.

"Kami tidak memberikan dukungan apa pun, kami memberikan keleluasaan bagi petani yang mau menanam jagung. Subsidi jagung untuk peningkatan produksi jagung nasional hanya diberikan pada pembukaan lahan baru," kata Kepala Program Sekretariat GMA Corn Departemen Pertanian Filipina Milo Delos Reyes, pekan lalu.

Tidak mau terus impor

Filipina sejak setahun lalu memang giat menanam jagung. Mereka sudah terlalu lelah terus bergantung pada pasokan jagung impor untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak dan pangan warganya. Rata-rata impor jagung Filipina 1 juta per tahun.

Bahkan, pada tahun 2006 impor jagung Filipina mencapai 1,3 juta ton. Kejenuhan karena terlalu bergantung pada jagung impor yang menguras devisa, apalagi saat sekarang ketika harga jagung dunia di atas 400 dollar AS per ton, mendorong Filipina membuat terobosan dalam budidaya tanaman jagung.

Pilihannya dengan menanam jagung transgenik atau Bt Corn di ladang-ladang pertanian mereka. Semangatnya hanya satu, bagaimana produksi bisa digenjot setinggi-tingginya agar surplus. Sikap ”berani” Pemerintah Filipina ini membuahkan hasil. Produksi jagung Filipina terus melonjak dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 produksi jagung nasional Filipina hanya mampu memenuhi 80 dari kebutuhan, tetapi 2008 diperkirakan mencapai 90 persen atau sebesar 9,83 juta ton.

Terlepas dari persoalan pro-kontra penggunaan benih jagung hibrida transgenik terhadap kesehatan, bagi petani jagung, menanam jagung transgenik lebih menyejahterakan. (Hermas E Prabowo dari Cagayan, Filipina)

Tidak ada komentar: