Senin, 26 September 2011

Suprapto: Guru Bertani Organik dari 16 Negara Asal Sleman


Rumah TO Suprapto yang sederhana tak pernah sepi dari tamu. Petani dari Sabang sampai Merauke, bahkan dari luar negeri, datang berguru. Ibarat dunia persilatan, dialah salah seorang suhu yang harus dicari untuk berguru. Bagi Suprapto, bertani organik juga sebuah filosofi. Bertani organik adalah soal kebutuhan dan kejujuran. Dari tembang-tembang Jawa kuno, ia menimba ilmu pertanian.

Lima paweling atau wejangan tentang pertanian pun disarikannya dari tembang kuno sebagai dasar lahirnya konsep pertanian Manajemen Akar Sehat (MAS). Tahun 1996 konsep MAS itu dibagikan kepada petani dari 16 negara yang berlatih di wahana pembelajaran organik Joglo Tani yang ia dirikan.

Metode MAS lalu dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris menjadi System of Rice Intensification (SRI). Metode SRI sukses dikembangkan di Madagaskar. Anehnya, Pemerintah Indonesia mengadopsi teknologi itu dari Madagaskar, bukan dari sumbernya di Sleman. ”Teknologi temuan petani masih dianggap remeh karena bukan temuan institusi,” ujar pria yang akrab dipanggil Pakde TO itu.

Metode SRI terbagi tiga prinsip pertanaman, yaitu tanam satu, tanam muda, dan tanam dangkal. Padi ditanam satu bibit satu lubang, bibit harus sudah berdaun empat, dan ditanam dangkal. Metode SRI terbukti meningkatkan hasil dan ramah lingkungan.

Ajaran leluhur
Wejangan lain tentang pertanian yang dianjurkan adalah pemberian pupuk sebagai makanan dan air sebagai penghidupan. Keduanya harus seimbang. Keluarnya bunga jangan sampai bersamaan dengan banyaknya angin sehingga harus ada perhitungan jadwal tanam.

”Metode ajaran leluhur dipakai, tetapi kita harus terus membaca situasi kekinian dengan memasukkan teknologi di tengah perubahan iklim,” katanya.

Sejak tahun 1990-an, ia menularkan konsep dasar pertanian itu. Diawali dari petani di Sleman, Yogyakarta, ilmu pertanian organik tersebar di seantero Nusantara. Pelatihan pertanian organik di Joglo Tani juga diminati anak-anak dari taman kanak-kanak hingga mahasiswa. Dalam sebulan, lebih dari 100 orang belajar dari Suprapto.

Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta pun secara rutin mengirim calon transmigran dari Yogyakarta untuk belajar ilmu pertanian organik. Sepanjang tahun 2010, terdapat 10 angkatan atau 250 transmigran belajar di Joglo Tani.

Tahun ini, pemerintah menjadwalkan pelatihan bagi 13 angkatan transmigran yang masing-masing angkatan terdiri dari 25 orang. Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional pun rutin memberi beasiswa pelatihan di Joglo Tani. Para peserta harus mengetahui komposisi dan praktik pembuatan pupuk organik. Muaranya adalah kemerdekaan petani dari ketergantungan pada pabrik pupuk dan benih!

Belum merdeka
Menurut Suprapto, petani di Indonesia belum merdeka. Mereka hidup di bawah tekanan ekonomi, alam, sosial, budaya, globalisme, dan kebijakan. Pemerintah belum berpihak kepada petani. Beragam tekanan itu kian mengimpit petani karena mereka cenderung berjuang sendiri dengan kepemilikan lahan rata-rata di Jawa hanya 0,1-0,2 hektar per petani. Kelompok tani biasanya hanya sebatas papan nama sehingga mudah dimainkan tengkulak. ”Dari pemenuhan kebutuhan awal produksi, mayoritas petani sudah dikangkangi kapitalis sehingga tidak mandiri,” katanya.

Mengawali pekerjaan sebagai guru dan sempat menjadi wasit sepak bola nasional, Suprapto mulai memperdalam ilmu pertanian sejak mengikuti Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) tahun 1989-1999. Meski tak dibayar, ia bersemangat menjadi pemandu kelompok-kelompok petani di Kabupaten Sleman.

Ketika pemerintah tak lagi melanjutkan proyek SLPHT, Suprapto dan rekan-rekannya melahirkan wadah baru Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Sejak tahun 1999 hingga kini, ia menjadi koordinator umum IPPHTI nasional dengan keanggotaan sekitar 10 juta petani di seluruh Indonesia.

Bagi dia, Joglo Tani menjadi monumen kebangkitan petani. Petani yang pernah berjaya lalu terpuruk bisa bangkit lagi menjadi mandiri. Namun, kemandirian harus diawali perubahan pola pikir dari anorganik ke organik. Agar tak mudah dipermainkan rantai panjang produsen ke konsumen, petani perlu kembali membangun monopoli kelompok dengan menciptakan pupuk, pestisida, dan benih sendiri.

Secara fisik bangunan, Joglo Tani baru diresmikan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X tiga tahun lalu. Namun, proses pelatihan pertanian organik sudah diawali tahun 1990. Tenaga pendidik berjumlah 16 orang, ditambah pengajar dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, atau Institut Pertanian Yogyakarta.

Memandirikan dusun
Joglo Tani di Dusun Mandungan I, Margoluwih, Seyegan, Sleman, itu menempati lahan seluas 8.000 meter persegi. Selain membangun pendopo untuk berkumpul, Suprapto menanam padi, beternak, dan membangun kolam ikan. Ia mendapat penghasilan harian dari menjual telur itik serta mengolah dan menetaskannya. Penghasilan juga dia dapat dari panen ikan, padi, sayur, serta menjual ternak.

Dengan menyewa tanah kas desa seluas 2,25 hektar yang dimanfaatkan sebagai kolam ikan dan lahan pertanian, Joglo Tani menyumbang pendapatan asli bagi dusun. Dari lahan seperempat hektar dibangun 17 kolam ikan, 5 di antaranya diberikan cuma-cuma kepada semua ketua RT sebagai kompensasi. Satu kolam diberikan kepada kelompok karang taruna dan 11 kolam disewakan kepada masyarakat.

Hidup Suprapto dilandasi prinsip, kang kongkon yo kang nglakoni (yang menyuruh juga harus yang melakukan). Ia bermimpi, konsep wadah pembelajaran Joglo Tani bisa dikembangkan hingga ke seluruh Nusantara. Ia mengajak petani untuk tidak kecewa terhadap keadaan, tetapi bergerak maju dengan kemandirian.
Sumber: Kompas

Senin, 13 Juni 2011

MENGAPA HARUS MEMELIHARA KAMBING BOER

"DAGING UNTUK MASA DEPAN"
Oleh Dr. Ted dan Linda Shipley, Malang, Indonesia



Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya, yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat dipasarkan 35 - 45 kg pada umur lima hingga enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,02 - 0,04 kg per hari. Keragaman ini tergantung pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Dibandingkan dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh lebih tinggi dan mencapai 40% - 50% dari berat tubuhnya.

Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di siang hari.

KARAKTERISTIK KAMBING BOER JANTAN

Boer jantan bertubuh kokoh dan kuat sekali. Pundaknya luas dan ke belakang dipenuhi dengan pantat yang berotot. Kambing Boer dapat hidup pada suhu lingkungan yang ekstrim, mulai dari suhu sangat dingin (-25oC) hingga sangat panas (43oC) dan mudah beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan. Tahan terhadap penyakit. Mereka dapat hidup di kawasan semak belukar, lereng gunung yang berbatu atau di padang rumput. Secara alamiah mereka adalah hewan yang suka meramban sehingga lebih menyukai daun-daunan, tanaman semak daripada rumput.

Kambing Boer jantan dapat menjadi hewan yang jinak, terutama jika terus berada di sekitar manusia sejak lahir, meskipun ia akan tumbuh dengan berat badan 120 - 150 kg pada saat dewasa (umur 2-3 tahun). Mereka suka digaruk dan digosok di bagian belakang telinganya, hingga punggung dan sisi perutnya. Mereka dapat mudah ditangani dengan memegang tanduknya. Mereka dapat juga dilatih dituntun dengan tali. Namun, sebaiknya jangan mendorong bagian depan kepalanya karena mereka akan menjadi agresif.

Boer jantan dapat kawin di bulan apa saja sepanjang tahun. Mereka berbau tajam karena hal ini untuk memikat betina. Seekor pejantan dapat aktif kawin pada umur 7-8 bulan, tetapi disarankan agar satu pejantan tidak melayani lebih dari 8 - 10 betina sampai pejantan itu berumur sekitar satu tahun. Boer jantan dewasa (2 - 3 tahun) dapat melayani 30 - 40 betina. Disarankan agar semua pejantan dipisahkan dari betina pada umur 3 bulan agar tidak terjadi perkawinan yang tidak direncanakan. Seekor pejantan dapat mengawini hingga selama 7 - 8 tahun.

KARAKTERISTIK KAMBING BOER BETINA

Boer betina tumbuh seperti jantan, tetapi tampak sangat feminin dengan kepala dan leher ramping. Ia sangat jinak dan pada dasarnya tidak banyak berulah. Ia dapat dikawinkan pada umur 10 - 12 bulan, tergantung besar tubuhnya. Kebuntingan untuk kambing adalah 5 bulan. Ia mampu melahirkan anak-anak tiga kali dalam dua tahun. Betina umur satu tahunan dapat menghasilkan 1 - 2 anak. Setelah beranak pertama, ia biasanya akan beranak kembar dua, tiga, bahkan empat. Boer induk menghasilkan susu dengan kandungan lemak sangat tinggi yang cukup untuk disusu anak-anaknya. Ketika anaknya berumur 2½ - 3½ bulan induk mulai kering. Boer betina mempunyai dua hingga empat puting, tetapi kadangkala tidak semuanya menghasilkan susu. Sebagai ternak yang kawinnya tidak musiman, ia dapat dikawinkan lagi tiga bulan setelah melahirkan. Birahinya dapat dideteksi dari ekor yang bergerak-gerak cepat disebut "flagging". Boer betina mampu menjadi induk hingga selama 5 - 8 tahun. Betina dewasa (umur 2-3 tahun) akan mempunyai berat 80 - 90 kg. Boer betina maupun jantan keduanya bertanduk.

PERKAWINAN SILANG DENGAN KAMBING LOKAL

Kambing lokal yang dipelihara di Indonesia berasal dari berbagai varietas kambing jenis perah. Jika Boer jantan dikawinkan dengan kambing lokal, baik secara alam atau dengan inseminasi buatan, hasil persilangannya (F1) yang memiliki 50% Boer sangatlah mengagumkan. Keturunan F1 ini akan membawa kecenderungan genetik yang kuat dari Boer. Besarnya tubuh dan kecepatan pertumbuhannya akan tergantung pada besarnya kambing lokal yang dikawinkan. Tergantung dari ransum pakannya, hasil silangan jantan dapat mencapai berat dipasarkan 35 - 45 kg dalam waktu enam sampai delapan bulan, dengan peningkatan jumlah daging pada karkas lebih banyak dari yang dihasilkan anak kambing lokal dengan umur yang sama. Penting untuk dipahami bahwa protein membentuk otot. Penggunaan jagung, tanaman leguminosa dan rumput lokal merupakan sumber protein alami yang sangat bagus. Pada umur satu minggu, anak kambing harus disediakan pakan dari sumber yang sama dengan induknya. Meskipun mereka masih menyusu induknya, mereka akan mulai makan hijauan pada umur sangat muda. AIR MINUM TERSEDIA SETIAP SAAT ADALAH PENTING baik untuk induk maupun anaknya.

Kami menganjurkan peternak untuk mengkastrasi/ mengebiri semua persilangan Boer jantan. Hal ini akan mengurangi perkawinan yang tidak direncanakan dan untuk menghasilkan ternak dengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi dalam mempersiapkan mereka untuk dijual sebagai pedaging. Pada umur 6 - 8 bulan, kambing Boer jantan sudah siap untuk dipasarkan. Betina 50% Boer dapat didaftarkan (diregistrasikan) ke Registrasi Kambing Boer Indonesia (Indonesia Boer Goat Registry) dan akan memperoleh Sertifikat untuk membuktikan garis keturunan (bloodlines) mereka. Pada saat kambing betina 50% Boer ini berumur kira-kira satu tahun, tergantung pertumbuhannya, ia dapat dikawinkan dengan pejantan Boer dari garis keturunan yang berbeda dengan ayahnya. Anak-anak yang lahir dari 50% Boer akan menjadi 75% Boer (F2). Kambing jantan 75% Boer hendaknya dikastrasi /dikebiri dan dijual untuk dagingnya. Betina 75% Boer, saat berumur satu tahun, dapat dikawinkan dengan pejantan Boer dari garis keturunan yang berbeda dengan ayah atau kakeknya. Ia akan menghasilkan anak-anak 88% Boer (F3). Generasi selanjutnya (F4) adalah 94% Boer dan generasi kelima (F5) adalah 97% Boer. Pada generasi kelima (97%) sertifikat registrasinya akan menunjukkan ternak tersebut sebagai "Kambing Boer Bangsa Murni" ("Purebred Boer Goat").

Istilah "Kambing Boer Bangsa Murni" akan digunakan oleh Registrasi Kambing Boer Indonesia jika seekor kambing sudah mencapai paling tidak generasi kelima baik dari sisi induk maupun pejantan berdasarkan catatan silsilahnya. Istilah "Breed-up" akan digunakan jika jenis kambing lain disilangkan dengan pejantan Boer, dan setiap generasi berikutnya selalu dikawinkan dengan pejantan kambing Boer. Setiap betina breed-up dapat diregistrasi. Pejantan HANYA dapat diregistrasi jika sudah mencapai generasi kelima (97%) dan disebut sebagai "Boer Bangsa Murni" dan digunakan sebagai bibit.

REGISTRASI KAMBING BOER INDONESIA

Untuk memperoleh Registrasi Kambing Boer secara Nasional (Boer Goat National Registry) adalah sangat penting. Setiap Kambing Boer Bangsa Murni, dan juga Boer silangan akan memiliki nilai tersendiri karena mereka masing-masing memiliki Sertifikat Pengenal sendiri yang menunjukkan bukti garis keturunan dan silsilah Boer mereka. Setiap breed-up menghasilkan kambing betina yang lebih berharga. Setelah generasi kelima, baik persilangan jantan maupun betina dapat diregistrasi sebagai "Boer Bangsa Murni". Dengan demikian, para peternak di Indonesia sekarang dimungkinkan untuk memiliki baik Kambing Boer Bangsa Murni maupun silangannya.

Kelompok kambing Boer Bangsa Murni Ter-registrasi yang ada di Malang saat ini, diimpor dari Australia. Mereka aslinya berasal dari kelompok kambing kualitas unggulan teratas di Afrika Selatan. Mereka disumbangkan oleh Latter-Day Saint Charities (LDSC) kepada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Mereka mewakili enam garis keturunan kualitas atas yang berbeda. Kelompok genetik yang besar ini tersedia untuk peternak Indonesia maupun negara-negara lain di Asia. Semen kambing Boer, dan ternak hidup akan siap untuk dijual pada tahun 2005. Semuanya akan dilengkapi sertifikat registrasi yang dikeluarkan oleh Perbibitan Kambing Boer Indonesia (Indonesia Boer Goat Breeders).

"Industri Kambing Boer Indonesia memiliki masa depan yang positif dan cerah. Dengan pengenalan Kambing Boer ke Indonesia, hal ini berarti peternak sekarang dapat menghasilkan ternak pedaging kualitas teratas dalam waktu lebih singkat dengan jumlah daging lebih banyak. Pangsa pasar untuk daging kambing, baik pasar lokal atau internasional terbuka sangat lebar."

Rabu, 30 Maret 2011

Beternak Domba

1. KELUARAN

Ternak domba berproduksi optimal

2. PEDOMAN TEKNIS

1. Jenis domba asli di Indonesia adalah domba ekor tipis, Domba ekor gemuk dan Domba garut
2. Memilih bibit
1. Pemilihan bibit, umur Domba > 12 bulan (2 buah gigi seri tetap), dengan tubuh baik, bebas cacat tubuh, puting dua buah dan berat badan > 20 kg, keturunan dari ternak yang beranak kembar.
2. Calon pejantan, umur > 1 1/2 tahun (2 gigi seri tetap), keturunan domba beranak kembar, tidak cacat, skrotum symetris dan relatif besar, sehat dan konfirmasi tubuh seimbang.
3. Pakan
1. Ternak domba menyukai macam-macam daun-daunan sebagai pakan dasar dan pakan tambahan (konsentrat).
2. Pakan tambahan dapat disusun (bungkil kalapa, bungkil kedelai), dedak, tepung ikan ditambah mineral dan vitamin.
3. Pakan dasar umumnya adalah rumput kayangan, daun lamtoro, gamal, daun nangka, dsb.
4. Pemberian hijauan sebaiknya mencapai 3 % berat badan (dasar bahan kering) atau 10 - 15 % berat badan (dasar bahan segar)
4. Pemberian pakan induk
Selain campuran hijauan, pakan tambahan perlu diberikan saat bunting tua dan baru melahirkan, sekitar 1 1/2 % berat badan dengan kandungan protein 16 %.
5. Kandang
Pada prinsipnya bentuk, bahan dan konstruksi kandang kambing berukuran 1 1/2 m2 untuk induk secara individu. Pejantan dipisahkan dengan ukuran kandang 2 m2, sedang anak lepas sapih disatukan (umur 3 bulan) dengan ukuran 1 m / ekor. Tinggi penyekat 1 1/2 - 2 X tinggi ternak.
6. Pencegahan penyakit : sebelum dikandangkan, domba harus dibebaskan dari parasit internal dengan pemberian obat cacing, dan parasit eksternal dengan dimandikan.

3. SUMBER

Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id

4. KONTAK HUBUNGAN

Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

SUSU TAMBAHAN UNTUK ANAK DOMBA

1. KELUARAN
Teknologi pemberian susu tambahan
2. BAHAN
Air susu sapi/susu bubuk, minyak ikan, telur ayam, gula pasir.
3. PERALATAN
Sendok, dot susu, gelas
4. PEDOMAN TEKNIS
1. Cara membuat susu jolong (apabila induk mati atau anak domba lahir > 2 ekor) pada hari pertama dan kedua. Campurkan secara merata 0,25-0,5 liter susu sapi, susu bubuk, atau susu kambing, tambahkan minyak ikan, 1 butir telur ayam dan setengah sendok makan gula pasir. Aduk hingga merata dan berikan 200 - 300 cc/hari.
2. Cara pemberian susu jolong adalah dengan botol susu (dot bayi manusia). Berikan langsung secara disusukan 3 - 4 kali dengan letak botol lebih tinggi
dari anak domba.
3. Susu buatan dibuat dari 3-4 sendok makan susu bubuk (susu skim), 250-300 cc air matang hangat, tambahkan mentega dan 1/2 sensok makan gula pasir. Aduk hingga merata dan berikan untuk satu hari.
4. Pemberian dengan botol sampai umur 2 bulan, setelah umur 1 bulan, berikan makanan pakan hijauan dan konsentrat semaunya.
5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

Pengendalian Penyakit TAURA SYNDROME VIRUS (TSV) pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

Pengendalian Penyakit TAURA SYNDROME VIRUS (TSV) pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei

TSV mempakan virus yang menginfeksi udang vaname dan rostris (L. stylirostris) yang keduanya telah diintroduksi di Indanesia. Serangan TSV pada umumnya terjadi pada umur 14-40 hari setelah penebaran di tambak, dengan tingkat kematian dapat mencapai 95%. Apabila penyakit terjadi pada umur 30 hari pertama, berarti infeksi berasal dari induk (vertikal), jika lebih dari 60 hari berarti infeksi berasal dari lingkungan (horisontal).

Udang vaname dewasa dapat terinfeksi TSV, namun tingkat kematiannya relatif rendah. Infeksi TSV ada 2 (dua) fase, yaitu fase akut dan kronis. Pada fase akut akan terjadi kematian massal. Udang yang bertahan hidup dari serangan penyakit TSV, akan mengalami fase kronis. Pada fase kronis, udang mampu hidup dari tumbuh relatif normal, namun udang tersebut merupakan pembawa (carrier) TSV yang dapat ditularkan ke udang lain yang sehat.

Beberapa gejala berikut ini dapat digunakan sebagai indikator kemungkinan adanya infeksi TSV, antara lain:

• Pada infeksi berat (akut) sering mengakibatkan kematian massal, udang yang mengalami kematim didominasi oleh udang yang sedang/baru selesai proses pergantian kulit (moulting), saluran pencemaan kosong dan warna tubuh kemerahan. Warna merah yang lebih tegas dapat dilihat pada ekor kipas (telson)
• Udang yang selamat dari fase akut, umurnnya mampu hidup dan tumbuh normal dengan tanda bercak hitam (melanisasi) yang tidak beraturan di bawah lapisan kutikula

TEKNIK PENGENDALIAN
Langkah utama pengendalian penyakit TSV harus dimulai dari upaya mencegah masuknya patogen ke dalam sistem budidaya udang melalui regulasi dan teknis yang terintegrasi dan berkesinambungan. Masuknya patogen ini dapat berasal dari induk, benur, air, carrier, pakan, pelaku budidaya, dan seluruh komponen produksi udang.
Rekomendasi strategi pengendalian penyakit TSV adalah memadukan antara aspek teknis dan regulasi secara sinergis yang disepakati oleh seluruh komponen (asosiasi), dilengkapi dengan prosedur operasional baku (Standard Operational Procedure, SOP), disosialisasikan secara rutin, dikawal oleh pemerintah dan dilakukan secara bersama-sama.

Pemahaman yang sama oleh seluruh komponen bahwa penyakit tersebut sangat berbahaya karena masuknya satu virion TSV ke dalam unit budidaya akan menjadi ancaman serius bagi keberhasilan budidaya. Strategi pengendalian penyakit TSV harus didasarkan pada upaya mencegah masuknya virus tersebut melalui berbagai jalur (konsep biosecurity).

Skrining Induk
Induk udang mempakan sumber potensial penularan penyakit TSV. Oleh karena itu, setiap individu induk udang harus bebas dari TSV. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka skrining harus dilakukan dengan metoda standar (c.q. PCR) secara periodik sebelum induk dipijahkan.

Untuk mencegah penyebaran TSV, benur harus diskrining sebelum ditebar meskipun berasal dari induk bebas TSV Oleh karena itu, skrining sebaiknya dilakukan 2-3 hari sebelum benur tersebut ditebar melalui dua tahap :
• Ambil 1-2% dan total populasi benur yang berasal dari satu bak/wadah, kemudian lakukan “uji keprimaan” benur secara perendaman dalam larutan formalin 200 ppm atau air tawar bersalinitas 0-5 promil selama 30 menit.
• Benur yang terlihat lemah pads “uji keprimaan”, diambil sebanyak 150 ekor untuk selanjutnya dilakukan diagnosa dengan teknik PCR.
Bila hasil diagnosa tahap 2 diperoleh hasil positif, maka populasi benur tersebut harus dimusnahkan.

Eradikasi TSV di Air pada Wadah Budidaya
Virion TSV masih infektif pada udang mati (karkas) sekitar 21 hari. Karkas akan melepaskan jutaan virion ke lingkungan perairan dan bertahan sampai dengan 4 (empat) hari. Oleh karena itu, air budidaya perlu didesinfeksi dengan menggunakan klorin (30 ppm) dan dibiarkan selama 7 (tujuh) hari.

Media Pembawa TSV
Media pembawa TSV (carrier dan vector) antara lain udang vaname yang mengalami infeksi kronis, biota akuatik, hewan dan tumbuhan lain yang membawa TSV harus dimusnahkan.
Peralatan dan personal, dapat membawa dan menyebarkan TSV sehingga harus dilakukan desinfeksi.

Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Budidaya
A. Lokasi
Lokasi pertambakan yang baik sangat mendukung kehidupan udang budidaya sehingga mampu bertahan terhadap infeksi patogen. Persyaratan lokasi yang baik antara lain bebas dari cemaran karena akan berakibat pada rendahnya kualitas air. Tarnbak yang sudah terlanjur dibangun di area tercemar harus dilengkapi dengan fasilitas perbaikan kualitas air.

B. Disain dan Konstruksi
Disain dan konstmksi tambak dibuat untuk memberikan lingkungan yang baik bagi kehidupan udang dan mampu mencegah masuknya patogen dari luar serta mudah dilakukan pengendalian penyakit. Disamping petakan budidaya juga harus disiapkan petakan tandon sebagai sumber air laut bebas virus. Petakan tandon juga dilengkapi dengan petak pengendapan.

C. Kawasan Budidaya Bebas Penyakit
Keberhasilan produksi dalam satu kawasan pertambakan ditemukan oleh kesadaran, disiplin, dan kerjasama par petambak. Penerapan cara berbudidaya yang benar yang dilakukan oleh sebagian petambak pada kawasan budidaya belum menjamin keberhasilan produksi secara berkelanjutan.

D. Sistem Budidaya
Sistem pertambakan yang baik untuk pengendalian penyakit TSV adalah sistem semi tertutup (semi closed system) dan tertutup (closed system), sehingga disain dan konstruksi harus disesuaikan. Tambak yang ideal terdiri dari petakan pemeliharaan dan petakan tandon, serta dilengkapi dengan saluran inlet dan outlet yang terpisah. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga sistem pertambakan dari kemungkinan masuknya patogen dari luar dan keluamya patogen dari dalam ke luar sistem.
Cara lain untuk menghindari resiko infeksi virus dapat dilakukan dengan pergiliran pola tanam atau mengistirahtkan tambak untuk jangka waktu tertentu.

E. Pengelolaan Kualitas Air
Pasokan air dapat dimasukkan ke dalam tandon menggunakam pompa atau tenaga pasang surut. Air yang akan digunakan untuk budidaya udang harus bebas dari virus. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
• Gunakan saringan halus berlapis pada setiap pipa/pintu pasok air untuk mencegah masuknya karier ke dalam petak tandon.
• Gunakan petak tandon (reservoir) sebagai sumber pasokan air budidaya.
• Air di petak tandon dapat didesinfeksi, biofiltrasi, dan bioremidiasi.
• Air di petak tandon setelah dilakukan proses : point (1) sampai (3) dibiarkan selama 4 (empat) hari baru dapat digunakan di petak budidaya.

Pengelolaan Pakan
Pakan yang diberikan (segar dan alami) harus bebas dari TSV. Pakan segar dapat dibebaskan dari TSV melalui pemasakan terlebih dahulu. Sedangkan untuk pakan alami harus diskrining terlebih dahulu, jika mengandung TSV harus dimusnahkan.
Penambahan pakan suplemen (feed additive) seperti vitamin, immumostimulan, mineral, HUFA, Carotenoid, astaxanthin dapat dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh udang yang dibudidaya. Vitamin C dapat diberikan dengan dosis 3 gram per kg pakan. Betaglucan dapat diberikan 0,1 g per kg pakan, sedangkan fucoidan dengan dosis 60-100 mg per kg berat udang per hari.

Monitoring Kesehatan Udang
Pemantauan kesehatan udang harus dilakukan secara periodik bersamaan dengan saat pemberian pakan dengan cara mengamati kondisi udang. Apabila terjadi kondisi abnormal perlu pengamatan lebih rinci. Abnormalitas udang merupakan peringatan dini (early warning) bagi pengelola akan adanya bahaya penyakit.

Keberadaan burung yang aktif memangsa udang di pematang tambak juga merupakan salah satu indikator awal keadaan udang sakit.
Pengecekan TSV harus dilakukan dengan PCR pada 25 (dua puluh lima) hari pertama setelah penebaran, selanjutnya secara berkala setiap 30 (tiga puluh) hari sampai panen.

Tindakan Darurat
Beberapa tindakan harus dilakukan segera apabila terjadi tanda-tanda wabah dengan cara sebagai berikut:
• Menutup aliran air masuk maupun keluar (isolasi).
• Melaporkan sesegera mungkin ke petugas dinas perikanan atau instansi terkait setempat/terdekat.
• Memperbaiki kualitas air dengan penambahan aerasi.
• Memberi pakan yang mengandung imunostimulan atau vitamin C dosis tinggi.
• Menyebarluaskan informasi kejadian wabah ke petani atau kelompok tani lainnya.
• Apabila tidak dapat dikendalikan, petak tambak segera didesinfeksi, dibiarkan selama 1 minggu, selanjutnya dikeringkan minimal selama 1minggu. Bangkai udang segera diangkat dan dimusnahkan dengan dibakar.
• Tidak menggunakan air, peralatan dan sarana lain yang berasal dan lokasi wabah.
• Membatasi lalu lintas orang dari dan ke lokasi wabah dalam rangka mengisolasi daerah wabah.

Rabu, 09 Maret 2011

Vaname, Kisahmu Tak Seindah Dulu...

Udang vaname, jagoan baru yang sejak tahun 2007 mulai jadi primadona di kampungku (Gabus, Tambakploso) itu kini tiba - tiba keok juga. Entah mengapa tahun ini semua bibit udang (benur) yang kutebar di 6 petak tambak yang di tiap petaknya rata - rata ditebar sejumlah 25 rean ( 1 rean 5.500 ekor) itu hanya mampu bertahan hidup dalam kurun waktu 30 sampai 40 hari. Jika itu terjadi di satu petak dan dalam kurun waktu satu periode tebar mungkin sebab humam error tapi kenapa itu terjadi di semua petak terus menerus hingga tiga kali periode tebar benih. Apa yang salah, dimana letak kesalahannya..?

......
Segudang pertanyaan dari rasa penasaran memenuhi kepalaku, penasaran akan sebab kematian massal udang vaname itu segala kemungkinan mulai aku inventarisir; mungkin karena sistem irigasi di kampungku yang semuanya include di sungai yang sama sehingga jika petak tambak yang udangnya mati dan airnya dikuras ke sungai itu sama halnya dengan memindahkan kematian udang ke petak tambak lain yang sedang mengisi air.; atau mungkin karena rentang tahun 2010 - 2011 tak ada musim kemarau yang sampai mengeringkan petak tambak dan sungai sehingga sisa makanan, pupuk dan obat - obatan yang tidak terdegradasi di petak tambak dan sungai itu justru berubah wujud dan kemudian menjadi sumber penyakit. Ach.. kemungkinan memang tanpa batas apalagi bagi seorang petani kecil yang melihat kemungkinan itu hanya berdasar pada dugaan.

Secercah harapan sempat tumbuh saat ada 6 orang yang katanya petugas dari perusahaan pupuk BUMN akan meneliti dan mencari solusi kematian massal udang vaname ini. Dengan seragam beratribut BUMN, sepatu mengkilap lengkap dengan memakai topi (mungkin takut wajahnya menjadi hitam) mereka sibuk menimba air dan kemudian melakukan tes kadar keasaman air di tambak tapi setelah diketahui bahwa kadar keasaman air sudah sesuai dengan kebutuhan udang mereka kok hanya jalan mondar mandir keliling tambak tanpa ada penjelasan.

Capek jalan berkeliling (lebih mirip orang lagi liburan) mereka hendak berpamitan dengan membawa sampel air dan udang yang mati, sebelum pulang mereka juga minta untuk bisa dikumpulkan beberapa petani agar diberi penyuluhan (lumayan lega pikiranku) setelah terkumpul beberapa orang dan dianggap cukup dimulailah penyuluhan yang diinginkan tapi yang membuat kecewa ternyata forum itu justru diisi dengan berbagai pertanyaan dari petugas tadi tentang tetek bengek perihal kematian udang dan sampai "penyuluhan" selesai tanpa dibarengi dengan penjelasan yang memadai...

Sampai kini para petani masih berharap bahwa petugas itu akan kembali dengan membawa solusi riil atas persoalan yang dihadapi sebagaimana dulu mereka pernah berjanji akan datang lagi... Tapi entah kapan padahal udang - udang ini terus mati tanpa mau sabar menunggu.

Domba Garut, Plasma Nutfah Indonesia

GARUT, KOMPAS.com - Peningkatan potensi domba garut sebagai plasma nutfah unggulan Indonesia belum dimaksimalkan. Padahal, domba garut bisa menjadi salah satu penyumbang ketersediaan daging secara nasional sekaligus menjadi identitas ciri khas lokal asli Indonesia.

"Potensi ini membutuhkan dukungan banyak pihak bila ingin bertambah menjadi lebih besar. Bila berhasil ditingkatkan, tidak hanya mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Garut," ujar Bupati Garut Aceng Fikri saat melantik Pengurus Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Kabupaten Garut 2011-2016 di Garut, Rabu (9/3/2011).

Aceng mengatakan, dengan segala karakteristiknya, usaha peternakan domba garut diyakini mampu menyumbangkan ketersediaan daging secara lokal dan nasional. Alasannya, dengan perawatan yang relatif mudah, seekor domba garut mampu menghasilkan daging antara 40-80 kilogram.

Selain itu, dengan pengolahan yang benar, kulit domba garut berpotensi menjadi bahan olahan lain seperti jaket atau kerajinan lainnya bernilai ekonomi tinggi.

Akan tetapi, Aceng mengatakan, potensi itu belum dikembangkan sepenuhnya. Salah satu penyebabnya adalah minimnya populasi domba garut. Meskipun tidak ada data pasti mengenai jumlah domba garut, diperkirakan seorang petani hanya memiliki 10 ekor domba garut.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kapasitas produksinya, Aceng menekankan pada petani dan pembudidaya domba garut agar terus menjaga produktivitas ternak domba dengan meningkatkan proses reproduksi.

Caranya, rajin melakukan proses perkawinan pada domba garut yang siap kawin. Hal itu diyakini akan mampu menjamin ketersediaan ternak domba secara berkelanjutan.

Selain itu, Aceng juga mengharapkan setiap peternak yang sudah mahir juga bersedia mengembangkan keahliannya pada masyarakat lainnya. Tujuannya, agar sektor peternakan domba garut ini bisa turut meningkatkan kapasitas perekonomian masyarakat setempat.

"Dipadukan dengan budaya laga domba garut yang kerap diselenggarakan masyarakat, saya yakin bila digarap dengan serius maka akan semakin banyak petani dan sektor usaha lewat keberadaan domba garut," katanya.

Ketua Umum HPDKI Jawa Barat, Yudi Guntara, mengatakan, selain mampu meningkatkan kualitas perekonomian, domba garut juga berpotensi mengangkat Garut dan Indonesia di dunia internasional. Alasannya, domba garut adalah satwa khas atau plasma nutfah asli Indonesia.

"Ke depan kami ingin menjadi berperan sebagai wadah berkumpulnya para peternak harus terus berupaya meningkatkan kampanye kepedulian terhadap upaya peningkatan produktivitas ternak domba," kata Yudi.